Kamis, 11 Februari 2010

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
BAB II LANDASAN TEORI
PANCASILA SECARA ETIMOLOG.…………………………………………2
PANCASILA SECARA TERMINOLOGI……………………………………..4
BAB III STUDY KASUS
A.BANGSA INDONESIA TAK KONSISTEN DENGAN PANCASILA……
B.PERMASALAHAN………………………………………………………….
C.SOLUSI………………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
A.KESIMPULAN………………………………………………………………
B.RESCUME………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….



BAB I
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan Nikmat dan hidayahnya kepada makhluk seluruh alam, dan menjadikan pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia .
Shalawat beserta salam semoga selalu terlimpahkan kepada beliau Rasulullah SAW, satu-satunya Rasul yang pantas menjadi (uswatun hasanah) suri tauladan kepada manusia alam seluruhnya.
Makalah yang sangat sederhana ini ,kami coba susun yang isinya membahas tentang makna-makna Pancasila dan pendalaman tentang Pancasila tersebut, Pancasila sebagai dasar negara, sering kali kita dengar, bahkan selalu kita bangga-banggakan, tetapi banyak yang begitu kurang memahami tentang arti dan maksud Pancasila secara kongkrit maupun global.
Di dalam Pancasila memuat tentang hukum, dan aturan-aturan yang sering kali berlaku di lingkungan masyarakat seluruhnya, baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.





BAB II
LANDASAN MATERI
A. Pengertian Pancasila
Perkataan Pancasila yang sekarang telah menjadi istilah resmi sebagaimana Dasar Filsafah Negara Republik Indonesia mempunyai proses perkembangan tersendiri, baik ditinjau dari segi bahasa maupun sudut sejarahnya. Karena itu dapatlah kiranya perkataan “Pancasila” itu kita kupas secara etimologis dan terminologis.
1. Pengertian secara Etimologis
Secara etimologis (menurut bahasa), Kata “Pancasila” itu berasal dari India, yakni bahasa Sansekerta (bahasa Kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat jelata ialah Prakerta).
Menurut Prof. H. Muhammad Yamin, didalam bahasa Sansekerta, perkataan “Pancasila” ada dua macam artinya, yaitu :
a. Arti pertama :
- Panca, artinya “lima’
- Syila, dengan huruf I pendek, artinya “Batu Sendi”, “alas” atau “dasar”
b. Arti kedua :
- Panca, artinya “lima”
- Syilla, dengan huruf I panjang, artinya “peraturan tingkah laku yang penting/baik/senonoh”. Kata “Sila” dalam bahasa Indonesia menjadi “susila, artinya tingkah laku yang baik”.
Dengan demikian, maka perkataan “Panca-Syila” (dengan huruf i pendek) artinya “berbatu sendi yang lima”. (consisting of 5 rocks; aus fufn felsen bestehen).
Sedangkan “Pancas-Syilla” (dengan sila berhuruf i panjang ) artinya “Lima aturan tingkah laku yang penting”.
Perkataan Pancasyila itu mula-mula dipergunakan didalam masyarakat India yang memeluk agama Buddha. Ajaran Buddha muncul sebagai reaksi terhadap ajaran Hindu disana. Ketika pengikut-pengikut Buddha makin bertambah banyak, mereka membentuk shangka (umat Buddha) dan terdiri dari dua golongan, yaitu :
1. Golongan orang-orang yang bukan pendeta (pengikut biasa, orang awam), yang terdiri dari golongan upasaka (pengikut pria) dan upasika (pengikut wanita).
2. Golongan pendeta yang terdiri atas orang-orang bhiksu (pendeta pria) dan orang-orang bhiksuni (pendeta wanita)
Golongan pendeta harus diam didalam vihara-vihara. Mereka harus menjalankan dan menepati 10 larangan yang disebut “Dasasyila” atau didalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Pali disebut “Dasasyikka Padani” yang berisi Sepuluh Peraturan Moral ( Ten Moral Precepts or Pledges ), Yaitu :
1. dilarang membunuh;
2. dilarang mencuri ;
3. dilarang berzina ;
4. dilarang berdusta ;
5. dilarang meminum minuman keras ;
6. dilarang makan berlebihan ;
7. dilarang hidup bermewah-mewah dan pelesir ;
8. dilarang mengenakan pakaian yang bagus-bagus, perhiasan-perhiasan dan bau wangi-wangian ;
9. dilarang tidur ditempat tidur yang enak atau mewah, dan
10. dilarang menerima pemberian uang atau memiliki emas dan perak.
Selain itu merekapun harus mencukur rambutnya hingga gundul, memakai baju jubah yang berwarna kuning merah. Untuk mendapatkan makanan, mereka harus minta-minta dengan membawa tempurung-tempurung di tangannya. Pada waktu-waktu tertentu mereka menjalankan upawasa ( berpuasa )
Adapun istilah Panscasila sebagai lima aturan atau “Five Moral Principle” yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa ( awam ) dalam bahasa Budha yang dalam bahasa aslinya, bahasa Pali “Panca Sila” yang berisi lima larangan atau pantangan yang bunyinya menurut encyclopedia atau Kamus-kamus Budhisme adalah sebagai berikut :
1. Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami ( artinya, janganlah mencabut nyawa setiap yang hidup; maksudnya dilarang membunuh ).
2. Adunnadana veramni sikkhapadam samadiyami ( artinya, janganlah mengambil barang yang tidak diberikan, maksudnya dilarang mencuri )
3. Kameshu micchara veramani sikkhapadam samadiyami ( artinya, janganlah berhubungan kelamin dengan perempuan secara tidak sah; maksudnya dilarang berzina)
4. Musawada veramani sikkhapadam samadiyami (artinya, janganlah berkata palsu, maksudnya dilarang berdusta).
5. sura – meraya – majja – pamada – tthana vermani sikkhapadam samadiyami (artinya, janganlah meminum minuman yang dapat menghilangkan pikiran, maksudnya dilarang meminum minuman keras).
Adapun masuknya perkataan “Pancasila” itu ke Tanah Air adalah melalui proses penyebaran ajaran Buddha. Setelah berkembang di India (pada zaman Raja Asyoka), ajaran Buddha ini kemudian tersebar di Tibet, Burma, Indo-Cina, Tiongkok, Jepang dan akhirnya kira-kira tahun 600 masuk ke Nusantara. Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad VII Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha di Asia.
Kemudian perkataan “Pancasila” ini masuk dalam khazanah kesusastraan nenek moyang kita di zaman Kencana Keprabuan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Perkataan “Pancasila” itu terdapat didalam buku “Negarakertagama” yang berupa kekawin (syair pujian) dalam bahasa Jawa kuno. Buku tersebut dikarang oleh Empu Prapanca yang telah selesai penulisannya pada tahun 1365.
Perkataan “Pancasila” yang terdapat didalam buku tersebut, dapat dilihat dalam sarga 53 bait ke2 yang berbunyi sebagai berikut : “Yatnanggegwani pancasyila kertasangskarabhisekakakrama”. Artinya : (Raja) menjalankan dengan setia kelima pantangan (pancasila) itu, begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.
Begitulah proses masuknya perkataan “Pancasila” dari India ke Indonesia, dari bahasa Sansekerta menjadi bahasa Jawa kuno, yang artinya tetap sama dengan yang terdapat pada zaman Majapahit, kepercayaan tradisi, agama Hindu Syiva dan agama Buddha Mahayana beserta campurannya (cyncritisisme) Tatrayana dapat hidup berdampingan secara damai. Sedangkan Empu Prapanca sendiri, kemudian juga menjabat sebagai “Dharmadyaksa ring Kasogatan”, yaitu Penghulu / Kepala Urusan Agama Buddha.
Sesudah Majapahit runtuh dan Islam tersebar ke seluruh Indonesia, maka sisa-sisa dari pengaruh ajaran moral Buddha, yaitu Pancasila, masih dikenal di tengah-tengah masyarakat Jawa sebagai “lima larangan” ( lima pantangan, lima wewaler, lima pamali ) dan isinya agak lain yang disebut dengan singkatan “Ma Lima”, yaitu lima larangan yang dimulai dari pangkal huruf-huruf “Ma” sebagai berikut :
1. Mateni, artinya membunuh
2. Maling, artinya mencuri
3. Madon, artinya berzina
4. Mabok, madat, artinya meminum minuman keras atau menghisap candu
5. Main, artinya berjudi
2. Pengertian secara terminologis
DI dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal I Juni 1945, istilah “Pancasila” yang artinya “lima asas / dasar” itu dipergunakan oleh Bung Karno memberi nama pada lima perinsip dasar Negara Indonesia yang di usulkannya. Sedangkan istilah tersebut di bisikkan dari temannya seorang ahli bahasa yang duduk disamping Bung Karno, yaitu Mohammad Yamin.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, dan keesokan harinya pada tangal 18 Agustus 1945, di sahkannya UUD 1945 yang di dalamnya termuat isi Lima Prinsip dasar negara yang diberi nama “Pancasila”. Sejak saat itu istilah “Pancasila” menjadi bahasa Indonesia dan kemudian menjadi istilah yang sudah umum (dikenal masyarakat secara luas ). Pancasila yang artinya lima dasar adalah merupakan dasar negara Republik Indonesia, yang isinya sebagaimana tertera didalam alenia ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Demikianlah riwayat istilah “Pancasila” , yang semula berasal dari bahasa Sanskerta menjadi bahasa Jawa kuno yang semuanya itu tetap dipergunakan didalam agama Buddha sampai akhirnya menjadi bahasa Indonesia yang dipakai istilah untuk nama dasar filsafat Negara Republik Indonesia hingga sekarang ini.
3. Pendapat –pendapat para pakar tentang ideologis
1. Padmo Wahjono
Mengartikan ideologi sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide dasarnya.
Menurut pakar hukum tata negara ini ideologi merupakan suatu kelanjutan atau konsekuensj daripada pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, dan akan berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir di dalam kehidupan berkelornpok.
Ideologi mengandung kegunaan untuk memberikan stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan dinamika gerak menuju tujuan masyarakat atau bangsa.
2. Mubyarto
Pakar ekonomj mi mengartikan bahwa ideologj adalah Sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman karya (atau perjuangan) untuk rnencapai tujuan masyarakat atau bangsa.
3. M. Sastrapratedja
Pakar budaya ini mengartikan bahwa ideologi ialah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir suatu sistem yang teratur.
Dalam hubungan ini fungsi penting ideologi antara lain adalah untuk membentuk identitas kelompok atau bangsa dan fungsi mempersatukannya.
Ideologi mempunyai kecenderungan untuk memisahkan in group (kita) dan out group (mereka).
Bila dibandingkan dengan agama, yang berfungsi mempersatukan orang dari berbagai pandangan, bahkan dari berbagai ideologi, maka sebaliknya ideologi mempersatukan orang-orang dari berbagai agama. Maka dari itu ideologi juga berfungsi untuk mengatasi berbagai konflik atau ketegangan sosial menjadi solidarity making dengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalam tata nilai lebih tinggi.
Dalam fungsi pemersatuan dilakukan dengan merelativir keseragaman atau keanekaragaman, misalnya dengan semboyan: “kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan”, dan pada kasus tertentu ideologi juga dapat menciptakan tata nilai lebih tinggi.
Menurut Soediman Kartohadiprodjo, adanya semboyan tersebut telah menjadi salah saw ekspresi jiwa bangsa Indonesia yang turun temurun, yang asas-asasnya terdapat dalam hukum adat.
4. Soerjanto Poespowardojo
Seorang pakar sosiologi-budaya, mengartikan ideologi adalah kompleks pengetahuan dan nilai, yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami jagatraya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.
5. Franz Magnis Suseno
Seorang pakar filsafat, mengartikan ideologi dalam arti luas, dan dalam arti sempit.
Dalam arti luas, dan kurang tepat istilah “ideologi” dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam arti ini keyakinan bahwa negara dan kesetiakawanan akan disebut ideologi. Penggunaan kata “ideologi” ini oleh kebanyakan penulis dianggap tidak tepat, bahkan menyesatkan. Apalagi pada banyak orang kata ideologi langsung menimbulkan asosiasi negatif, Orang biasanya tidak rela cita-citanya disebut ideologi. Tetapi karena dalam bahasa Indonesia, dengan mengikuti cara bicara yang terutama ditemukan dalam negara-negara komunis (yang mengaku Marxisme-Leninisme sebagai “ideologi” yang mereka banggakan), maka Franz Magnis Suseno menggunakan kata ideologi sebagai sesuatu yang positif, yaitu sebagai nilai-nilai dan cita-cita yang luhur, yaitu dalam arti sebagai “ideologi terbuka”.
Dalam arti sempit dan sebenarnya ideologi adalah gagasan atau teori menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Ideologi dalam arti mi disebut “ideologi tertutup” karena kemutlakannya tidak mengizinkan orang mengambil jarak terhadapnya. Secara singkat, dengan ideologi tertutup dimaksud gagasan-gagasan tertentu yang dimutlakkan.
Disamping kata “ideologi”, juga ada kata “ideologis”. Kata ini selalu berkonotasi negatif dan tidak pernah dipakai dalam arti “ideologi terbuka”. Setiap usaha untuk memutlakkan gagasan-gagasan tertentu disebut ideologis. Biasanya kata “ideologis” sekaligus membawa konotasi, bahwa gagasan-gagasan yang dimutlakkan itu sebenarnya menyelubungi dan dengan demikian melindungi kepentingan-kepentingan kekuasaan tertentu.
Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila merupakan dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, dasar negara merupakan tempat bergantung atau dengan kata lain Pancasila adalah sumber dari konstitusi negara. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia menjadi sumber norma bagi UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Menurut Prof. Hamid S.Attamimi Pancasila adalah cita Hukum yang menguasai hukum dasar negara baik tertulis maupun tidak tertulis. Operasionalisasi Pancasila sebagai dsar ( filsafat ) negara diwujudkan dengan pembentukan sistem hukum nasional dalam suatu tertib hukum ( legal order ) dimana Pancasila sebagai norma dasarnya.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada Pembukaan Alenia IV. Secara historis pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) itu dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka.
Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintah negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai Pancasila. Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan. Oprasionalisasi Pancasila sebagai dasar negara diwujudkan dengan pembentukan sistem hukum nasional dalam suatu tertib hukum (legal order) dimana Pancasila menjadi norma dasarnya.
Pancasila sebagai dasar Negara juga mengandung makna bahwa Pancasila harus diletakkan keutuhannya dalam Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :
Dimensi Realitasnya, dalam arti nilai yang terkandung didalamnya dikonkretisasikan sebagai cerminan objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
 Dimensi idealitasnya, dalam arti idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobjektifkan sebagai sebuah “kata kerja” untuk menggairahkan masyarakat dan terutama para penyelenggara Negara menuju hari esok yang lebih baik.
Dimensi Fleksibilitasnya, dalam arti Pancasila bukan barang yang beku, dogmatis dan sudah selesai. Pancasila terbuka bagi Tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus berubah. Pancasila tanpa kehilangan nilai dasarnya yang hakiki tetap actual, relevan dan fungsional sebagai tiang penyangga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
2. PANDANGAN HIDUP
Kalimat Bhinneka Tunggal Ika atau yang kita kenal dengan bahasa sansekerta yang mengandung arti, meskipun bangsa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya dan bahasa, tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia itu satu sebagai bangsa. Secara konsepsional, keragaman budaII
ya itu merupakan asset bangsa, oleh karena itu perbedaan tidak harus dipersoalkan, sepanjang perbedaan itu dalam kerangka persatuan. Sehingga sering kali Bhineka Tunggal Ika disebut sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sehingga setiap pandangan hidup warga bangsa dijamin eksistensinya. Setiap warga negara dijamin oleh Undang-Undang untuk menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
Data sejarah bangsa menunjukkan bahwa aspirasi Islam sebagai way of life tak pernah berhenti terlibat dalam pergumulan ideologis, termasuk dalam proses perumusan UUD 45, dan kesemuanya berjalan sangat wajar karena mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam. Oleh karena itu tak bisa dipungkiri bahwa di dalam Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya terkandung butir-butir pandangan hidup Islam. Pandangan hidup dapat terungkap jika kita dapat memahami masalah hidup yang pada garis besarnya meliputi tiga permasalahan, yaitu:
(a) pandangan hidup,
(b) Pola Hidup, dan
(c) Etika hidup.













3. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Istilah Ideologi pertama kali dipergunakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18, dan pengertiannya kemudian berkembang selama abad 19. oleh de Tracy Ideologi diartikan sebagai ilmu tentang gagasan atau ide-ide. Pada masa itu kelahiran konsep ideologi terkait erat dengan upaya kaum Borjuis membebaskan diri dari kungkungan faham feodal dan beralih ke pemikiran kritis modern. Oposisi politik terhadap tuan tanah aristokrat pada waktu itu dibarengi dengan kritik terhadap ajaran-ajaran pembenar bagi kekuasaan kaum aristokrat.
Ternyata pada akhirnya istilah Ideologi mengalami perluasan makna dan mempunyai lebih dari satu pengertian. Pengertian ideologi menurut Karl Marx misalnya berbeda dengan pengertian menurut Louis Althusser. Menurut Karl Marx, Ideologi adalah pandangan hidup (segala ajaran tentang masyarakat dan negara) yang dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas tertentu dalam bidang politik atau sosial. Ideologi adalah “bangunan atas” yang didirikan atas basis ekonomi yang menentukan coraknya. Oleh karena itu ideologi sesungguhnya mencerminkan pola ekonomi tertentu. Dalam kontes cara pandang pertentangan antar kelas, maka ideologi dipahami sebagai pandangan hidup yang diciptakan kelas berkuasa untuk merepresi kelas yang dikuasainya. Bagi Louis Althusser, ideologi adalah pandangan hidup dengan mana manusia menjalankan hidupnya.

Sebagai ideologi nasional bangsa indonesia, Pancasila (Oesman, 1992-144) dapat memainkan peran sebagai berikut:
a. Mempersatukan bangsa, memelihara dan mengukuhkan persatuan dan kesatuan itu. Fungsi ini amat penting bagi bangsa indonesia karena sebagai masyarakat majemuk sering terancam perpecahan.
b. Membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya. Pancasila memberi gambaran cita-cita (dimensi idealisme) bangsa, sekaligus menjadi sumber motivasi dan tekad perjuangan mencapai cita-cita, menggerakkan bangsa melaksanakan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila.
c. Memberikan tekad untuk memelihara dan mengembangkan identitas bangsa. Pancasila memberikan gambaran identitas bangsa indonesia, sekaligus memberi dorongan untuk Nation and character building berdasarkan Pancasila. Dalam era globalisasi saat ini, fungsi diatas sangat penting.
d. menyoroti kenyataan yang ada dan kritis terhadap upaya perwujudan cita-cita yang terkandung dalam pancasila itu.
Frans Magnis Suseno (1994: 366) menyebutkan bahwa ada dua pengertian ideologi yaitu:
(a) ideologi dalam arti luas.
(b) ideologi dalam arti sempit.
Dalam arti luas ideologi adalah segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam arti sempit ideologi adalah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Menurut Suseno, arti kata ideologi yang luas kurang tepat, sedangkan yang sempit merupakan arti yang tepat atau sebenarnya.
Ideologi dapat menjadi idelogi tertutup apabila gagasan-gagasan yang ada di dalamnya dimutlakan dan bersifat totaliter. Sebaliknya ideologi akan menjadi ideologi terbuka apabila isinya tidak langsung operasional, melainkan selalu memerlukan penafsiran ulang. Setiap generasi baru harus menggali kembali falsafah negara itu dan mencari apa implikasi bagi situasinya sendiri.
Sebagai ideologi nasional Pancasila hakikatnya memuat gagasan tentang bagaimana seharusnya bangsa Indonesia mengelola kehidupan kenegaraannya. Rumusan-rumusan dalam Pancasila memang tidak langsung operasional
BAB III
STUDY KASUS
A.BANGSA INDONESIA TAK KONSISTEN DENGAN PANCASILA
Dalam rangka memperingati Hari lahir Pancasila BEM FISE Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengadakan seminar di ruang Ki Hajar Dewantara FISE, yang dihadiri oleh pembicara dosen sejarah, FISE UNY Supardi Mpd dan dosen pendidikan kewarganegaraan Sunarso Msi, dan mahasiswa FISE Universitas itu.
Menurut Supardi Mpd, Negara-nagara kapitalis maju karena mereka menerapkan prinsip-prinsip kapitalisme secara serius, demikian halnya dengan China dan Vietnam, mereka juga maju dengan ideologi komunisme yang selalu kita tentang selama ini.
“mereka konsisten untuk melaksanakan ideologinya, sementara kita lebih menjadikan Pancasila sebagai kebanggaan yang selalu kita terbangkan ke awan, Bangsa Indonesia selama ini masih jauh dari nilai-nilai Pancasila baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun moral. Kasus-kasus kekerasan seperti dalam persidangan DPRD, tindak amoral dan korupsi para pejabat, diturunkanya dalam sikap plagiatisme, tawuran antar pelajar dan pemuda sebagai cerminan pengingkaran Pancasila. Secara historis pemerintah juga sering melecehkan Pancasila demi kepentingan penguasa seperti masa Demokrasi terpimpin dengan konsep Nasakom Sukarno dan pemerintah Orde Baru yang menggunakan tafsir Pancasila untuk menggilas Demokrasi, sementara itu, pada masa reformasi Pancasaila kurang di maknai dalam tingkah laku hidup berbangsa dan bernegara.
B. Dalam hal ini banyak yang dapat kita petik, mengapa Indonasia tak konsisten dengan Pancasila, yaitu :
1. Bangsa Indonesia tidak menerapkan prinsip-prinsip Pancasila secara serius, seperti yang dilakukan bangsa-bangsa kapitalisme.
2. Indonesia masih jauh dari nilai-nilai Pancasila, baik dalam bidang politik, ekonomi, ssosial dan amoral, sehingga terjadi kasus-kasus kriminal dan kekerasan.
3. Adanya pemerintah yang lebih mementingkan kekuasaaanya.
C. Langakah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah :
1. Menerapkan mentalitas Ideologi Pancasila, untuk lebih di maknai dalam tingkah laku hidup sehari-hari.
2. Menindak tegas pemerintahan yang lebih mementingkan kekuasaanya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Indonesia.








BAB IV
RESCUME
Pancasila sebagai Ideologi Negara, telah 63 tahun digunakan Bangsa Indonesia,tetapi keadaan Negeri ini masih terbelakang dibandingkan dengan Negara-negara lain.
Dan keberadaan Pancasila yang merupakan suatu paham filsafat (philosophical system) harus benar-benar di pertanggung jawabkan secara obyektif ilmiah, sehingga dapat terjamin obyektifitas dalam pelaksanaanya,uraianya logis dan dapat diterima oleh akal sehat.
Pancasila merupakan dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, dasar negara menjadi tempat bergantung atau sumber dari konstitusi negara.
Dengan demikian kita yakin bahwa Pancasila adalah satu-satunya sumber dari segala sumber hukum di Negara Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945.






DAFTAR PUSTAKA
Prof, H.A.M Efendy SH Pancasila Semarang CV,Triadan Jaya Offset 1994.Bangsa Indonesia tak konsisten dengan Pancasila,Suara Merdeka,Yogyakarta,K,7 Juni 2008
Heukan. S.J dkk, Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1988.
Suroso. Bambang S.Sulasmono. Mengkaji Ulang Dasar Negara Pancasila, Salatiga: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kewarganegaraan dan Demokrasi Jurusan Studi PPKn – FKIP – UKSW, 2000.
Subandi, AL Marsudi, 2001. Pancasila dan UUD 45 Dalam Paradigma Reformasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sutrisno, Slamet. 1986. Pancasila Sebagai Metode. Liberty. Yogyakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
BAB II LANDASAN TEORI
PANCASILA SECARA ETIMOLOG.…………………………………………2
PANCASILA SECARA TERMINOLOGI……………………………………..4
BAB III STUDY KASUS
A.BANGSA INDONESIA TAK KONSISTEN DENGAN PANCASILA……
B.PERMASALAHAN………………………………………………………….
C.SOLUSI………………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
A.KESIMPULAN………………………………………………………………
B.RESCUME………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….



BAB I
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan Nikmat dan hidayahnya kepada makhluk seluruh alam, dan menjadikan pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia .
Shalawat beserta salam semoga selalu terlimpahkan kepada beliau Rasulullah SAW, satu-satunya Rasul yang pantas menjadi (uswatun hasanah) suri tauladan kepada manusia alam seluruhnya.
Makalah yang sangat sederhana ini ,kami coba susun yang isinya membahas tentang makna-makna Pancasila dan pendalaman tentang Pancasila tersebut, Pancasila sebagai dasar negara, sering kali kita dengar, bahkan selalu kita bangga-banggakan, tetapi banyak yang begitu kurang memahami tentang arti dan maksud Pancasila secara kongkrit maupun global.
Di dalam Pancasila memuat tentang hukum, dan aturan-aturan yang sering kali berlaku di lingkungan masyarakat seluruhnya, baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.





BAB II
LANDASAN MATERI
A. Pengertian Pancasila
Perkataan Pancasila yang sekarang telah menjadi istilah resmi sebagaimana Dasar Filsafah Negara Republik Indonesia mempunyai proses perkembangan tersendiri, baik ditinjau dari segi bahasa maupun sudut sejarahnya. Karena itu dapatlah kiranya perkataan “Pancasila” itu kita kupas secara etimologis dan terminologis.
1. Pengertian secara Etimologis
Secara etimologis (menurut bahasa), Kata “Pancasila” itu berasal dari India, yakni bahasa Sansekerta (bahasa Kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat jelata ialah Prakerta).
Menurut Prof. H. Muhammad Yamin, didalam bahasa Sansekerta, perkataan “Pancasila” ada dua macam artinya, yaitu :
a. Arti pertama :
- Panca, artinya “lima’
- Syila, dengan huruf I pendek, artinya “Batu Sendi”, “alas” atau “dasar”
b. Arti kedua :
- Panca, artinya “lima”
- Syilla, dengan huruf I panjang, artinya “peraturan tingkah laku yang penting/baik/senonoh”. Kata “Sila” dalam bahasa Indonesia menjadi “susila, artinya tingkah laku yang baik”.
Dengan demikian, maka perkataan “Panca-Syila” (dengan huruf i pendek) artinya “berbatu sendi yang lima”. (consisting of 5 rocks; aus fufn felsen bestehen).
Sedangkan “Pancas-Syilla” (dengan sila berhuruf i panjang ) artinya “Lima aturan tingkah laku yang penting”.
Perkataan Pancasyila itu mula-mula dipergunakan didalam masyarakat India yang memeluk agama Buddha. Ajaran Buddha muncul sebagai reaksi terhadap ajaran Hindu disana. Ketika pengikut-pengikut Buddha makin bertambah banyak, mereka membentuk shangka (umat Buddha) dan terdiri dari dua golongan, yaitu :
1. Golongan orang-orang yang bukan pendeta (pengikut biasa, orang awam), yang terdiri dari golongan upasaka (pengikut pria) dan upasika (pengikut wanita).
2. Golongan pendeta yang terdiri atas orang-orang bhiksu (pendeta pria) dan orang-orang bhiksuni (pendeta wanita)
Golongan pendeta harus diam didalam vihara-vihara. Mereka harus menjalankan dan menepati 10 larangan yang disebut “Dasasyila” atau didalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Pali disebut “Dasasyikka Padani” yang berisi Sepuluh Peraturan Moral ( Ten Moral Precepts or Pledges ), Yaitu :
1. dilarang membunuh;
2. dilarang mencuri ;
3. dilarang berzina ;
4. dilarang berdusta ;
5. dilarang meminum minuman keras ;
6. dilarang makan berlebihan ;
7. dilarang hidup bermewah-mewah dan pelesir ;
8. dilarang mengenakan pakaian yang bagus-bagus, perhiasan-perhiasan dan bau wangi-wangian ;
9. dilarang tidur ditempat tidur yang enak atau mewah, dan
10. dilarang menerima pemberian uang atau memiliki emas dan perak.
Selain itu merekapun harus mencukur rambutnya hingga gundul, memakai baju jubah yang berwarna kuning merah. Untuk mendapatkan makanan, mereka harus minta-minta dengan membawa tempurung-tempurung di tangannya. Pada waktu-waktu tertentu mereka menjalankan upawasa ( berpuasa )
Adapun istilah Panscasila sebagai lima aturan atau “Five Moral Principle” yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa ( awam ) dalam bahasa Budha yang dalam bahasa aslinya, bahasa Pali “Panca Sila” yang berisi lima larangan atau pantangan yang bunyinya menurut encyclopedia atau Kamus-kamus Budhisme adalah sebagai berikut :
1. Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami ( artinya, janganlah mencabut nyawa setiap yang hidup; maksudnya dilarang membunuh ).
2. Adunnadana veramni sikkhapadam samadiyami ( artinya, janganlah mengambil barang yang tidak diberikan, maksudnya dilarang mencuri )
3. Kameshu micchara veramani sikkhapadam samadiyami ( artinya, janganlah berhubungan kelamin dengan perempuan secara tidak sah; maksudnya dilarang berzina)
4. Musawada veramani sikkhapadam samadiyami (artinya, janganlah berkata palsu, maksudnya dilarang berdusta).
5. sura – meraya – majja – pamada – tthana vermani sikkhapadam samadiyami (artinya, janganlah meminum minuman yang dapat menghilangkan pikiran, maksudnya dilarang meminum minuman keras).
Adapun masuknya perkataan “Pancasila” itu ke Tanah Air adalah melalui proses penyebaran ajaran Buddha. Setelah berkembang di India (pada zaman Raja Asyoka), ajaran Buddha ini kemudian tersebar di Tibet, Burma, Indo-Cina, Tiongkok, Jepang dan akhirnya kira-kira tahun 600 masuk ke Nusantara. Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad VII Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha di Asia.
Kemudian perkataan “Pancasila” ini masuk dalam khazanah kesusastraan nenek moyang kita di zaman Kencana Keprabuan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Perkataan “Pancasila” itu terdapat didalam buku “Negarakertagama” yang berupa kekawin (syair pujian) dalam bahasa Jawa kuno. Buku tersebut dikarang oleh Empu Prapanca yang telah selesai penulisannya pada tahun 1365.
Perkataan “Pancasila” yang terdapat didalam buku tersebut, dapat dilihat dalam sarga 53 bait ke2 yang berbunyi sebagai berikut : “Yatnanggegwani pancasyila kertasangskarabhisekakakrama”. Artinya : (Raja) menjalankan dengan setia kelima pantangan (pancasila) itu, begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.
Begitulah proses masuknya perkataan “Pancasila” dari India ke Indonesia, dari bahasa Sansekerta menjadi bahasa Jawa kuno, yang artinya tetap sama dengan yang terdapat pada zaman Majapahit, kepercayaan tradisi, agama Hindu Syiva dan agama Buddha Mahayana beserta campurannya (cyncritisisme) Tatrayana dapat hidup berdampingan secara damai. Sedangkan Empu Prapanca sendiri, kemudian juga menjabat sebagai “Dharmadyaksa ring Kasogatan”, yaitu Penghulu / Kepala Urusan Agama Buddha.
Sesudah Majapahit runtuh dan Islam tersebar ke seluruh Indonesia, maka sisa-sisa dari pengaruh ajaran moral Buddha, yaitu Pancasila, masih dikenal di tengah-tengah masyarakat Jawa sebagai “lima larangan” ( lima pantangan, lima wewaler, lima pamali ) dan isinya agak lain yang disebut dengan singkatan “Ma Lima”, yaitu lima larangan yang dimulai dari pangkal huruf-huruf “Ma” sebagai berikut :
1. Mateni, artinya membunuh
2. Maling, artinya mencuri
3. Madon, artinya berzina
4. Mabok, madat, artinya meminum minuman keras atau menghisap candu
5. Main, artinya berjudi
2. Pengertian secara terminologis
DI dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal I Juni 1945, istilah “Pancasila” yang artinya “lima asas / dasar” itu dipergunakan oleh Bung Karno memberi nama pada lima perinsip dasar Negara Indonesia yang di usulkannya. Sedangkan istilah tersebut di bisikkan dari temannya seorang ahli bahasa yang duduk disamping Bung Karno, yaitu Mohammad Yamin.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, dan keesokan harinya pada tangal 18 Agustus 1945, di sahkannya UUD 1945 yang di dalamnya termuat isi Lima Prinsip dasar negara yang diberi nama “Pancasila”. Sejak saat itu istilah “Pancasila” menjadi bahasa Indonesia dan kemudian menjadi istilah yang sudah umum (dikenal masyarakat secara luas ). Pancasila yang artinya lima dasar adalah merupakan dasar negara Republik Indonesia, yang isinya sebagaimana tertera didalam alenia ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Demikianlah riwayat istilah “Pancasila” , yang semula berasal dari bahasa Sanskerta menjadi bahasa Jawa kuno yang semuanya itu tetap dipergunakan didalam agama Buddha sampai akhirnya menjadi bahasa Indonesia yang dipakai istilah untuk nama dasar filsafat Negara Republik Indonesia hingga sekarang ini.

BAB III
STUDY KASUS
A.BANGSA INDONESIA TAK KONSISTEN DENGAN PANCASILA
Dalam rangka memperingati Hari lahir Pancasila BEM FISE Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengadakan seminar di ruang Ki Hajar Dewantara FISE, yang dihadiri oleh pembicara dosen sejarah, FISE UNY Supardi Mpd dan dosen pendidikan kewarganegaraan Sunarso Msi, dan mahasiswa FISE Universitas itu.
Menurut Supardi Mpd, Negara-nagara kapitalis maju karena mereka menerapkan prinsip-prinsip kapitalisme secara serius, demikian halnya dengan China dan Vietnam, mereka juga maju dengan ideologi komunisme yang selalu kita tentang selama ini.
“mereka konsisten untuk melaksanakan ideologinya, sementara kita lebih menjadikan Pancasila sebagai kebanggaan yang selalu kita terbangkan ke awan, Bangsa Indonesia selama ini masih jauh dari nilai-nilai Pancasila baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun moral. Kasus-kasus kekerasan seperti dalam persidangan DPRD, tindak amoral dan korupsi para pejabat, diturunkanya dalam sikap plagiatisme, tawuran antar pelajar dan pemuda sebagai cerminan pengingkaran Pancasila. Secara historis pemerintah juga sering melecehkan Pancasila demi kepentingan penguasa seperti masa Demokrasi terpimpin dengan konsep Nasakom Sukarno dan pemerintah Orde Baru yang menggunakan tafsir Pancasila untuk menggilas Demokrasi, sementara itu, pada masa reformasi Pancasaila kurang di maknai dalam tingkah laku hidup berbangsa dan bernegara.
B. Dalam hal ini banyak yang dapat kita petik, mengapa Indonasia tak konsisten dengan Pancasila, yaitu :
1. Bangsa Indonesia tidak menerapkan prinsip-prinsip Pancasila secara serius, seperti yang dilakukan bangsa-bangsa kapitalisme.
2. Indonesia masih jauh dari nilai-nilai Pancasila, baik dalam bidang politik, ekonomi, ssosial dan amoral, sehingga terjadi kasus-kasus kriminal dan kekerasan.
3. Adanya pemerintah yang lebih mementingkan kekuasaaanya.
C. Langakah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah :
1. Menerapkan mentalitas Ideologi Pancasila, untuk lebih di maknai dalam tingkah laku hidup sehari-hari.
2. Menindak tegas pemerintahan yang lebih mementingkan kekuasaanya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Indonesia.








BAB IV
RESCUME
Pancasila sebagai Ideologi Negara, telah 63 tahun digunakan Bangsa Indonesia,tetapi keadaan Negeri ini masih terbelakang dibandingkan dengan Negara-negara lain.
Dan keberadaan Pancasila yang merupakan suatu paham filsafat (philosophical system) harus benar-benar di pertanggung jawabkan secara obyektif ilmiah, sehingga dapat terjamin obyektifitas dalam pelaksanaanya,uraianya logis dan dapat diterima oleh akal sehat.
B.SARAN
Besar harapan kami,kepada seluruh masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya,untuk dapat menjalankan tugas dan wewenangnya dengan sebaik-baiknya,sehingga Pancasila bukan sebagai nama atau kebanggaan saja,tetapi sebagai pola pikir dan perilaku hidup kita sehari-hari.
Demikianlah makalah ini kami sampaikan semoga dapat memberikan pengetauan tentang makna dan arti Pancasila.dan penulis minta maaf yang sebesar-besarnya,mungkin apabila ada kesalahan dalam penulisan ataupu penyampaian dari makalah ini,tentunya masih banyak kekurangan disana-sini,kami mengharap kritik dan saran untuk dapat melengkapi dan menyempurnakan makalah ini,dan semoga dapat memberi manfaat bagi pembaca dan penulisnya, Amiiin…



DAFTAR PUSTAKA
Prof, H.A.M Efendy SH Pancasila Semarang CV,Triadan Jaya Offset 1994.
Bangsa Indonesia tak konsisten dengan Pancasila,Suara Merdeka,Yogyakarta,K,7 Juni 2008